
GURU AGAMA DAN PENGEMBANGAN MATERI
PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK
A.
Pengertian dan Fungsi Guru Agama
1.
Pengertian Guru
Guru menurut bahasa adalah “orang yang
mengajar”.[1]
Sedangkan pengertian guru menurut istilah adalah “pendidik dan pengajar pada
pendidikan formal, pendidikan dasar dan menengah”.[2]
Selanjutnya secara legal formal yang dimaksud dengan guru adalah “sesiapa yang
memperoleh Surat Keputusan (SK), baik dari pemerintah maupun swasta untuk
melaksanakan tugasnya, dan karena itu ia memiliki hak dan kewajiban untuk
melaksanakan kegiatan belajar mengajar dilembaga pendidikan sekolah”.[3]
Menurut UU No. 14 Tahun 2005
(Undang-undang Tentang Guru dan Dosen) menyebutkan bahwa guru adalah “pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, dan
mengevaluasi peserta didik”.[4]

|
Adapun sifat-sifat yang harus dimiliki
oleh seseorang guru adalah sebagai berikut :
a. Baik hati.
b. Jenaka.
c. Sabar.
d. Bertanggung jawab.
e. Yakin.
f. Kepemimpinan.[5]
Dari sekian banyak sifat-sifat guru yang
tersebut diatas, namun belum begitu sempurna apabila seseorang guru kurang
memperhatikan penampilannya. Penampilan sebagai seseorang guru agama yang
adalah panutan bagi para muridnya sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
a. “Pakaian yang dikenakan sederhana, sopan,
berkesan baik dan rapi, dan
b. Bagi guru wanita, memakai make up yang wajar dan tidak memakai
perhiasan yang berlebihan”.[6]

Adapun kemampuan-kemampuan yang harus
dimiliki seseorang guru adalah sebagai berikut :
a. Kemampuan memahami dan menetapkan tujuan
pengajaran.
b. Kemampuan mengelola kelas dengan baik.
c. Kemampuan memilih metode mengajar yang
cocok dengan tujuan dan bahan pengajaran.
d. Kemampuan dan keterampilan dalam
menyajikan pelajaran.
e. Kemampuan menciptakan suasana belajar yang
baik.
f. Perencanaan dan pelaksanaan evaluasi.[7]
Dengan adanya kemampuan-kemampuan tersebut
diatas, maka PBM akan berjalan lebih optimal. Oleh karena itu, kesuksesan
pembelajaran adalah tergantung pada kemampuan guru dalam menguasai dan
menyampaikan materi yang diajarkan.
2.
Fungsi Guru Agama
Dalam Proses Belajar Mengajar (PBM), guru
berfungsi sebagai derektur belajar, artinya setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai
mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapai keberhasilan belajar
sebagaimana yang telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan PBM.

a. Sebagai pemberi pengetahuan yang benar
kepada muridnya.
Sebagai pemberi pengetahuan yang benar, maka
guru agama senantiasa mendidik anak bangsa menjadi manusia yang berguna, insan
yang kamil serta seorang mujahid dan mujtahid. Penat dan lelah bukanlah kamus
hidup seorang insan yang bergelar guru. Dengan demikian, guru agama berkewajiban
memberikan ilmu yang bermanfaat kepada anak bangsa dengan harapan anak didiknya
mendapat kecermelangan dunia dan akhirat.
Dalam hal ini, Abdul Khaliq dalam bukunya
menjelaskan bahwa guru agama berkewajiban memberi pengetahuan yang benar kepada
muridnya, karena setiap materi yang diajarkan ada kaitannya dengan al-Qur’an
dan al-Hadits. Oleh karena itu, guru agama sangat hati-hati dalam menyampaikan
materi dalam proses belajar mengajar.[8]
b. Sebagai pembina akhlak yang mulia.
Guru agama paling dominan dalam
mempengaruhi akhlak siswa disekolah setelah kedua orang tuanya. Guru agama
merupakan wakil wali murid didalam mendidik anaknya. Oleh karena itu, guru
tidak hanya mencerdaskan para siswanya tetapi bagaimana ia membentuk dan
meningkatkan akhlak para siswa. Inilah tujuan pendidikan agama yang urgen.
Untuk memperjelas hal ini, sebagai pembina akhlak
yang mulia yaitu guru agama harus memiliki sifat-sifat yang disenangi oleh
murid-muridnya dan masyarakat. Sifat-sifat itu sangat diperlukan terutama pada
diri guru agama itu sendiri dan kemudian dapat membina murid-muridnya sebagai
suri teladan yang baik agar supaya dapat melaksanakan pengajaran secara
efektif. Oleh karena itu, guru agama adalah guru utama yang membina akhlak
peserta didik untuk menjadi lebih baik dan mengarahkannya kepada jalan yang
benar yaitu jalan yang diridhai Allah SWT.[9]
![]() |
c. Sebagai pemberi petunjuk kepada anak didik
tentang hidup yang baik.
Dalam hal ini penulis menjelaskan sedikit tentang
hidup yang baik, yaitu terutama sekali hidup dengan penuh rasa bersyukur atas
nikmat yang telah diberikan Allah SWT kepada kita. Disamping dari pada itu, hidup
rukun dengan tetangga dan teman-teman tanpa ada keributan dan tidak adanya
sifat dengki serta iri hati. Karena sifat yang demikian itu dapat membuat hati
tidak tenang dan dapat membawa hidup kearah yang tidak baik.
Untuk memperjelas hal ini, guru agama berkewajiban
memberikan petunjuk kepada anak didik tentang hidup yang baik, yaitu guru agama
mencohtohkan bagaimana cara kehidupan Rasulullah SAW dari semenjak beliau kecil
sampai beliau wafat. Guru agama perlu memahami tentang tata cara hidup yang
baik, hidup yang disenangi oleh semua manusia. Oleh Karena itu, guru agama
memberikan contoh-contoh yang terbaik kepada anak didik, baik dalam bergaul
sesama teman, bergaul dalam keluarga dan masyarakat.[10]
Sementara peran seorang guru adalah
sebagai berikut :
1. Sebagai Mediator dan Fasilitator
Seseorang guru yang berperan sebagai
mediator dan fasilitator bukanlah seseorang yang mahatahu dan murid bukanlah
yang belum tahu dan karena itu harus diberi tahu. Dalam PBM, siswa aktif
mencari tahu dengan membentuk pengetahuannya, sedangkan guru membantu agar
pencarian itu berjalan baik. Dalam banyak hal guru dan siswa bersama-sama
membangun pengetahuan. Dalam artian inilah hubungan guru dan siswa sebagai
mitra yang bersama-sama membangun pengetahuan.

2. Guru sebagai Demonstrator
Peran guru sebagai demonstrator agar guru
dapat mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa
lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan.
Disamping dari itu, yang dikatakan guru sebagai
demonstrator yaitu guru yang terutama sekali harus menguasai bahan atau materi
pelajaran yang akan diajarkannya serta senatiasa mengembangkannya dalam arti
meningkatkan kemampuannya dalam ilmu yang dimilikinya, karena hal ini akan
sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Sementara yang harus diperhatikan
oleh guru bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti guru harus belajar terus
menerus. Dengan demikian, ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu
pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan
demontrator, sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya supaya apa yang
disampaikannya itu betul-betul dimiliki oleh anak didik.[12]
3. Guru sebagai Pembimbing
Guru sebagai pembimbing yaitu membimbing agar
siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya. Dalam hal ini guru harus
memahami anak didik yang sedang dibimbingnya. Misalnya memahami tentang gaya
dan kebiasaan belajarnya, memahami potensi dan bakatnya.

4. Guru sebagai Pribadi
Guru sebagai pribadi merupakan sebagai
individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus memiliki kepribadian
yang mencerminkan seorang pendidik. Tuntutan akan kepribadian sebagai pendidik
kadang-kadang dirasakan lebih berat dibandingkan profesi lainnya. Ungkapan yang
dikemukakan adalah guru bisa digugu dan ditiru. Digugu maksudnya bahwa
pesan-pesan guru dapat dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru
atau diteladani.
Dengan kata lain, guru sebagai pribadi yaitu guru
harus memiliki sifat-sifat yang disenangi oleh murid-muridnya, oleh orang tua
dan masyarakat. Sifat-sifat itu sangat diperlukan agar ia dapat melaksanakan
pengajaran secara efektif. Karena itu, guru wajib berusaha memupuk sifat-sifat
pribadinya sendiri dan mengembangkan sifat-sifat pribadi yang disenangi oleh
pihak luar. Jadi, setiap guru perlu sekali memiliki sifat-sifat pribadi, baik
untuk kepentingan jabatannya maupun untuk kepentingan dirinya sendiri.[14]
5. Guru sebagai Penghubung

Untuk memperjelas hal ini, Moh. Uzer Usman dalam bukunya juga menjelaskan
bahwa guru sebagai penghubung yaitu guru harus bisa menghubungkan sekolah
dengan masyarakat. Karena sekolah berdiri diantara dua lapangan, yakni yang
satu pihak mengemban tugas menyampaikan dan mewariskan ilmu, teknologi dan
kebudayaan yang terus menerus berkembang, dan dilain pihak guru bertugas
menampung aspirasi, masalah, kebutuhan minat dan tuntutan masyarakat. Dengan
demikian, sekolah memegang peranannya sebagai penghubung dimana guru untuk
menghubungkan sekolah dengan masayarakat, antara lain dengan publik relation,
bulletin, pameran dan lain sebagainya.[15]
B.
Tugas dan Tanggung Jawab Guru Agama

Proses belajar mengajar merupakan “inti
dari kegiatan pendidikan di sekolah. Agar tujuan pendidikan dan pengajaran
berjalan dengan benar, maka perlu pengadministrasian kegiatan-kegiatan belajar
mengajar, yang lazim disebut administrasi kurikulum”.[17]

Tugas guru yang paling utama adalah “mengajar
dan mendidik”.[18]
Sebagai pengajar guru merupakan “peranan aktif antara peserta didik dengan ilmu
pengetahuan”.[19]
Secara umum dapat dikatakan bahwa tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan
oleh guru adalah “mengajak orang lain berbuat baik”.[20]
Tugas tersebut identik dengan dakwah islamiyah yang bertujuan mengajak umat
Islam untuk berbuat baik.

Sedangkan menurut Muhammad Ja’far
mengatakan bahwa “Tugas dan tanggung jawab guru agama menurut agama Islam dapat
diidentifikasikan sebagai tugas yang harus dilakukan oleh ulama, yaitu menyuruh
yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar”.[24]
Berdasarkan penjelasan diatas dapat
dipahami bahwa dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, guru berkewajiban
membantu perkembangan anak menuju kedewasaan yang sesuai dengan ajaran Islam,
apalagi didalam tujuan pendidikan terkandung unsur tujuan yang bersifat agamis,
yaitu agar berbentuk manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa,
tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh pendidik atau guru
menyampaikan apa yang diketahuinya kepada orang yang tidak mengetahui.
Apabila dilihat dari rincian tugas dan
tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru terutama guru pendidikan agam
Islam, Al-Abrasyi yang mengutip pendapat Al-Ghazali mengemukakan bahwa :
1. Harus menaruh rasa kasih sayang terhadap
murid dan memberlakukan mereka seperti perlakuan anak sendiri.
2. Tidak mengharapkan jasa ataupun ucapan
terima kasih, tetapi bermaksud dengan mengajar itu mencari keridhaan Allah dan
mendekatkan diri kepada Tuhan.
3. Berikanlah nasehat kepada murid pada tiap
kesempatan, bahkan gunakanlah setiap kesempatan itu untuk menasehati dan
menunjukinya.
4. Mencegah murid dari sesuatu akhlak yang
tidak baik dengan cara halus, lemah lembut dan jangan mencela.
5. Seorang guru harus menjalankan ilmunya dan
jangan berlainan kata dengan perbuatannya.[25]

Sedangkan Nur Uhbiyati mengemukakan tugas
dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh pendidik (guru) antara lain :
1. Membimbing anak didik kepada jalan yang
sesuai dengan ajaran agama Islam.
2. Menciptakan situasi pendidikan keagamaan
yaitu suatu keadaan dimana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan
hasil yang memuaskan sesuai dengan tuntutan ajaran Islam.[26]
Sejalan dengan tantangan global, tanggung
jawab guru agama pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga adanya
tuntutan bagi guru agama untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan
penyesuaian penguasaan kompetensinya. Guru agama harus lebih dinamis dan
kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa.
C.
Struktur Program Pembelajaran Akidah
Akhlak
Perlu diketahui bahwa pembelajaran akidah
akhlak adalah “upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk
mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT dan merealisasikannya
dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman, keteladanan dan
pembiasaan”.[27]

Dalam hal ini untuk mengetahui struktur
program pembelajaran Akidah Akhlak pada Madrasah Tsanawiyah (MTs), kurikulum
telah menetapkan materi-materi yang harus diajarkan dari kelas VII sampai kelas
IX yaitu sebagai berikut:
1. Dasar dan tujuan akidah Islam.
2. Sifat wajib
bagi Allah SWT.
3. Akhlak terpuji pada Allah SWT.
4. Al-Asma’ al-Husna.
5. Iman kepada Malaikat Allah dan makhluk
ghaib lainnya.
6. Akhlak tercela kepada Allah.
7. Iman kepada kitab-kitab Allah SWT.
8. Akhlak terpuji pada diri sendiri.
9. Akhlak tercela kepada diri sendiri.
10. Iman kepada Rasul-rasul Allah SWT.
11. Mu’jizat dan kejadian luar biasa lainnya.
12. Akhlak terpuji pada sesama.
13. Akhlak tercela pada sesama.
14. Iman kepada hari akhir.
15. Akhlak terpuji kepada diri sendiri.
16. Iman kepada qadha dan qadar.
17. Akhlak terpuji dalam pergaulan remaja.[29]
Disamping dari itu, dalam PBM ada beberapa
program yang harus dipersiapkan guru sebagai proses penerjemahan kurikulum,
yaitu sebagai berikut:
![]() |
1. Menentukan alokasi waktu dan kalender
akademis
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam
menentukan alokasi waktu pembelajaran yaitu :
a. Menentukan bulan kegiatan belajar dimulai
dan bulan berakhir pada semester pertama dan kedua.
b. Menentukan jumlah minggu efektif pada
setiap bulan setelah diambil minggu-minggu ujian dan hari libur.
c. Menentukan hari belajar efektif dalam setiap
minggu.[30]
Dalam hal ini, menentukan alokasi waktu
pada dasarnya menentukan minggu efektif dan hari efektif dalam setiap semester pada
satu tahun ajaran. Rencana alokasi waktu berfungsi untuk mengetahui berapa jam
waktu efektif yang tersedia untuk dimanfaatkan dalam proses pembelajaran dalam
satu tahun ajaran, dan agar seluruh kompetensi dasar yang ada dalam kurikulum
seluruhnya dapat dicapai oleh siswa.
2. Perencanaan program tahunan
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan program tahunan adalah sebagai berikut:
a. Lihat berapa jam alokasi waktu untuk
setiap mata pelajaran dalam seminggu dalam struktur kurikulum seperti yang
telah ditetapkan pemerintah.
b. Analisis berapa minggu efektif dalam
setiap semester, seperti yang telah ditetapkan dalam gambaran alokasi waktu
efektif.[31]

3. Rencana program semester
Adapun cara pengisian program semester
adalah sebagai berikut:
a. Menentukan Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) yang ingin dicapai.
b. Melihat program tahunan yang telah disusun
untuk menentukan alokasi waktu atau jumlah jam pelajaran setiap SK dan KD.
c. Menentukan bulan dan minggu keberapa
proses pembelajaran KD itu akan dilaksanakan.[32]
Manfaat dari program semester ini adalah
untuk menjawab minggu keberapa atau kapan pembelajaran untuk mencapai
kompetensi dasar itu dilakukan. Program semester merupakan sebagai penjabaran
dari program tahunan.
4. Silabus
Setiap komponen yang harus disusun dalam
sebuah silabus adalah sebagai berikut:
a. Menentukan identitas silabus.
b. Rumusan standar kompetensi.
c. Menentukan kompetensi dasar.
d. Merumuskan kegiatan pembelajaran.
e. Mengidentifikasikan materi pokok/materi
pembelajaran.
f. Merumuskan indikator pencapaian
kompetensi.
g. Menentukan penilaian.
h. Menentukan alokasi waktu.
i. Menentukan sumber belajar.[33]

B. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan Materi Pembelajaran Akidah
Akhlak

Materi pembelajaran menempati posisi yang
sangat penting dari keseluruhan kurikulum, yang harus dipersiapkan guru agama
agar pelaksanaan pembelajaran Akidah Akhlak dapat mencapai sasaran. Sasaran
tersebut harus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus
dicapai oleh peserta didik.
Dalam mengembangkan materi pembelajaran
Akidah Akhlak ternyata tidak semudah membolak balikkan telapak tangan, ada
faktor pendukung dan penghambatnya juga.
Adapun faktor-faktor pendukung
pengembangan materi pembelajaran Akidah Akhlak adalah sebagai berikut:
a. Metode yang baik.
b. Fasilitas yang memadai.
c. Media yang cukup.
d. Pengajar yang profesional.
e. Kurikulum yang tepat.[34]
Faktor-faktor pendukung inilah yang
membuat guru PAI akan lebih mudah dalam mengembangkan materi pembelajaran
Akidah Akhlak. Oleh karena itu, pembelajaran akan berjalan lebih optimal dengan
tidak adanya kendala-kendala dalam PBM yang sedang berlangsung.
Sedangkan yang menjadi faktor-faktor
penghambat pengembangan materi pembelajaran Akidah Akhlak adalah sebagai
berikut:
a. Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki
guru Akidah Akhlak tentang materi yang diajarkan.
b. Ketidakmampuan guru dalam menerapkan
metode pembelajaran.
c. Terbatasnya fasilitas pendukung dan sumber
belajar dalam pembelajaran Akidah Akhlak sehingga pengembangan materi tidak
lebih efektif.[35]
Dalam hal ini guru agama harus benar-benar
mampu mencari solusi dari hal-hal yang menjadi hambatan dalam mengembangkan
materi pembelajaran Akidah Akhlak. Oleh karena itu, dengan adanya solusi
tersebut maka PBM akan berjalan seperti yang diharapkan.
![]() |
[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. IX, edisi ke II, (Jakarta; Balai
Pustaka, 1997), hal. 788
[2] Ibid hal. 330
[3] Suparlan, Guru Sebagai
Profesi, (Yogyakarta; Hikayat, 2006), hal.
11
[4] Pemerintah Republik Indonesia,
UU RI No. 14
Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, (Jakarta;
Redaksi Sinar Grafika, 2006), hal. 2
[5]Abuddin Nata, Pemikiran Para
Tokoh Pendidikan Islam, (Online) http://www.pendidikan-islam.com/bagaimana-sifat-sifat-guru-yang-diharapkan-dalam-sistem-pendidikan-islam, 24 Desember 2010
[6]Paulus Lie, Mengajar Sekolah
Minggu yang Kreatif, (Yogyakarta; Yayasan Andi, 1997), hal. 113
[7] Sidjabat, Menjadi Guru
Profesional, (Jakarta;
Yayasan Kalam Hidup, 2007), hal. 46
[8] Abdul Khaliq, Diklat Tentang
Pendidik, (Jakarta; Bulan Bintang, 1990), hal. 8
[9] Ibid, hal. 9
[10] Ibid, hal. 9
[11] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru
Profesional, (Bandung;
PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 11
[12] Ibid, hal. 12
[13] Oemar Hamalik, Proses Belajar
Mengajar, (Jakarta;
PT. Bumi Aksara, 2001), hal. 124
[14] Ibid, hal. 125
[15] Ibid, hal. 126
[16] Syaiful Sagala, Kemampuan
Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung; Alfabeta, 2009), hal. 39
[17] Ibid, hal. 41
[18] Muhaimin, Strategi Belajar
Mengajar, (Surabaya; CV. Citra Media, 1996), hal. 54
[19] Ibid, hal. 54
[20] Ibid, hal. 55
[21] Syaiful Sagala, Kemampuan…, hal.
41
[22] Ahmad Al-Musthafa Al-Maraghi, Terjemahan
Tafsir Al-Maraghi, (Semarang; Toha Putra, 1990), hal. 31
[23] Hamka, Tafsir Al-Azhar,
(Jakarta; PT. Pustaka Panjimas, 1990), hal. 31
[24] Muhammad Ja’far, Beberapa
Aspek Pendidikan Islam, (Surabaya; Al-Ikhlas, 1992), hal. 272
[25] M. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar
Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta; Bulan Bintang, 1990), hal. 151
[26] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan
Islam, (Bandung; Pustaka Setia, 1997), hal. 72
[27] Wina Sanjaya, Perencanaan dan
Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta;
Kencana, 2009), hal. 50
[28] Ibid, hal. 51
[29] Departemen Agama Republik Indonesia,
Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran, (Jakarta;
Kencana, 2009), hal. 9
[30] Wina Sanjaya, Perencanaan…,
hal. 50
[31] Ibid, hal. 53
[32] Ibid, hal. 54
[33] Ibid, hal. 58
[34] Nurma Yeni, Penerapan Metode
dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta; Kencana, 2002), hal. 28
[35] Ibid, hal. 28