10/30/2015

Dasar dan Pola Pembinaan Akhlak dalam Keluarga

Dasar dan Pola Pembinaan Akhlak dalam Keluarga
Dasar pembinaan akhlak tidak terlepas dari Al-Qur’an dan Al – Hadits yang memberi pandangan dan mengacu kepada kehidupan dunia ini, maka dasarnya harus memberi petunjuk kepada pendidikan Islam. Pendidikan tidak mungkin dapat di bicara tanpa mengambil Al-Qur’an sebagai rujukannya. Tiga sumber ini harus digunakan secara hirarki Al-Qur’an harus didahulukan   dalam pembinaan akhlak. Apabila suatu ajaran atau penjelasannya tidak ditemukan di dalam Al-Qur'an, maka harus dicari di dalam sunnah. Apa bila tidak ditemukan di dalam keduanya, barulah digunakan ijtihad"[1]

a. Al-Qur'an sebagai dasar pertama dalam pembinaan akhlak
Al-Qur'an adalah sebagai dasar pertama dalam membina akhlak, karena di dalamnya menjelaskan tentang akhlak yang dimiliki rasul. Sebagaimana yang terdapat di dalam firman  Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 21 sebagai berikut :
لقد كان لكم فى رسول لله أسوة حسنة لمن كان يرجوا الله واليوم الأخروذكرالله كثيرا (الا حزاب:۲۱)
Artinya :    Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu dan bagi orang yang mengharap rahmat dari Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Al-Ahzab : 21).
            Jadi sebagai pengikut Nabi Muhammad SAW, kita harus mencontoh akhlak Rasul sebagai panutan bagi hamba Allah, yang mendambakan kebahagiaan di dunia dan akhirat.  Al-Qur’an sebagai petunjuk, sebagaimana dikemukakan Mahmud Syalthut, dapat dikelompokkan menjadi tiga pokok diantaranya Al-Qur’an yaitu  :
1.      Petunjuk tentang akidah dan kepercayaan yang harus di anut oleh manusia dan tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan serta kepercayaan akan  kepastian adanya hari pembalasan.
2.      Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma- norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif.
3.      Petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya.[2]

Dari keterangan di atas jelas bahwa pendidikan akhlak yang terkandung di dalam Al-Qur’an sebagai sumber pertama, sehingga mampu mengamalkannya dengan baik dan benar agar  bertambah taat kepada Allah SWT.
  1. Al-Hadits sebagai Sumber Kedua
Hadits adalah sebagai sumber kedua dalam pendidikan akhlak, sebagai mana telah diketahui bahwa Hadits itu berarti: "perkataan, perbuatan dan takrir Rasulullah SAW. Adapun pengertian secara ilmiah hadits itu dapat berarti ; kumpulan sabda Rasulullah SAW. Perbuatan, peninggalan, sifat, ikrar larangan, apa yang disukainya, dan yang tidak disukainya, bela negara dan hal dalam kehidupannya"[3]. Sesuai dengan tujuan Nabi Muhammad di utus ke muka bumi untuk memperbaiki akhlak manusia. Sabdanya :
عن ابى هريرة قال رسول الله صلى الله عليه وسلم انّم بعثت لأ تمم مكارم الاخلاق (رواه البخاري)
Artinya :    Susungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia
                  (H.R. Bukhari).[4]
            Keagungan dan ketinggian akhlak Rasulullah SAW, di tegaskan oleh Allah dengan firman-Nya :
وانك لعلى خلق عظيم (القلم: ٤)
Artinya :    Sesungguhnya engkau (Muhammad) memiliki budi pekerti yang agung. (Q.S. Al-Qalam : 4).
Berdasarkan keterangan di atas jelas bahwa dalam pendidikan akhlak Hadits berfungsi sebagai penjelas tata cara berakhlak yang baik sesuai dengan ajaran Islam yang dianjurkan kepada manusia untuk selalu berakhlak mulia. Karena pada dasarnya Hadits berfungsi untuk menerangkan hal-hal apa saja yang tidak terdapat di dalam Al-Qur'an.
  1. Itjihad ( إجتهاد)

Ijtihad atau pandangan ulama dalam lapangan pendidikan malah nyaris tak terdengar. Sebabnya barangkali bisa dirujuk pada kondisi sosial umat di masa lalu. Persoalan kenegaraan, perdagangan, perkawinan, dan sebagainya seperti terlihat pada tema-tema Fiqh tampak merupakan masalah akut pada masa itu, sementera persoalan pendidikan akhlak cukup di atasi oleh ketentuan-ketentuan yang ada. Meskipun demikian, ada sebagian ulama yang peduli terhadap masalah pendidikan, di antaranya dapat disebutkan "kelompok Ikhwan Al-Shafa, Al-Ghazali, Ibnu Khladun, Al-Zurnuji, Al-Kanbin, dan Al-Anshari".[5]
Berdasarkan gambaran di atas, maka dapat dikatakan bahwa dasar pembinaan akhlak dalam Islam ada tiga landasanya, antara lain Al – Qur’an, Hadits Nabi SAW, dan Ijtihad para ulama. Oleh karena itu diharapkan kepada orang tua serta guru untuk mampu membina anak mereka sesuai ajaran Islam.
Adapun pola pembinaan akhlak dalam keluarga dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
  1. Pembiasaan yang baik.
  2. Amalan – amalan yang bersifat keagamaan.
  3. Pembiasaan yang baik.
  4. Menanamkan aqidah.
Dengan adanya pola pendidikan Islam maka diharapkan pengembangan  pola fikir anak akan menjadi generasi penerus bangsa yang Imtek dan Imtaq. Para guru perlu menyadari akan pentingnya pola pendidikan Islam dalam mendidik generasi penerus bangsa ke depan, sehingga para generasi penerus bangsa akan menjadi para intelektual yang Islami.




[1] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 16

[2]Mahmud Syalthut, Al-Islam ‘Aqidah Wa Syari’ah, Terj. Hery Noer Aly, (Jakarta : Bulan Bintang, 1973), hal. 283 

[3] Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2000), hal. 27

[4] Imam Muslim , Shaheh Muslim, jilid 10, (Bairur: Darul Fikri,1999),  hal. 192

[5]Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam…, hal. 48