Dasar dan Pola Pembinaan Akhlak dalam
Keluarga
Dasar pembinaan akhlak tidak terlepas dari
Al-Qur’an dan Al – Hadits yang memberi pandangan dan mengacu kepada kehidupan
dunia ini, maka dasarnya harus memberi petunjuk kepada pendidikan Islam.
Pendidikan tidak mungkin dapat di bicara tanpa mengambil Al-Qur’an sebagai
rujukannya. Tiga sumber ini harus digunakan secara hirarki Al-Qur’an harus
didahulukan dalam pembinaan akhlak.
Apabila suatu ajaran atau penjelasannya tidak ditemukan di dalam Al-Qur'an,
maka harus dicari di dalam sunnah. Apa bila tidak ditemukan di dalam keduanya, barulah
digunakan ijtihad"[1]
a.
Al-Qur'an sebagai dasar pertama dalam pembinaan akhlak
Al-Qur'an
adalah sebagai dasar pertama dalam membina akhlak, karena di dalamnya
menjelaskan tentang akhlak yang dimiliki rasul. Sebagaimana yang terdapat di
dalam firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 21
sebagai berikut :
لقد كان
لكم فى رسول لله أسوة حسنة لمن كان يرجوا الله واليوم الأخروذكرالله كثيرا (الا
حزاب:۲۱)
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu dan bagi orang yang mengharap rahmat dari
Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Al-Ahzab
: 21).
Jadi sebagai pengikut Nabi Muhammad
SAW, kita harus mencontoh akhlak Rasul sebagai panutan bagi hamba Allah, yang
mendambakan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Al-Qur’an sebagai petunjuk, sebagaimana dikemukakan Mahmud Syalthut,
dapat dikelompokkan menjadi tiga pokok diantaranya Al-Qur’an yaitu :
1.
Petunjuk tentang akidah dan kepercayaan
yang harus di anut oleh manusia dan tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan
serta kepercayaan akan kepastian adanya
hari pembalasan.
2.
Petunjuk mengenai akhlak yang murni
dengan jalan menerangkan norma- norma keagamaan dan susila yang harus diikuti
oleh manusia dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif.
3.
Petunjuk mengenai syariat dan hukum
dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia
dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya.[2]
Dari keterangan di atas jelas
bahwa pendidikan akhlak yang terkandung di dalam Al-Qur’an sebagai sumber
pertama, sehingga mampu mengamalkannya dengan baik dan benar agar bertambah taat kepada Allah SWT.
- Al-Hadits sebagai Sumber
Kedua
Hadits
adalah sebagai sumber kedua dalam pendidikan akhlak, sebagai mana telah diketahui
bahwa Hadits itu berarti: "perkataan, perbuatan dan takrir Rasulullah SAW.
Adapun pengertian secara ilmiah hadits itu dapat berarti ; kumpulan sabda
Rasulullah SAW. Perbuatan, peninggalan, sifat, ikrar larangan, apa yang
disukainya, dan yang tidak disukainya, bela negara dan hal dalam
kehidupannya"[3].
Sesuai
dengan tujuan Nabi Muhammad di utus ke muka bumi untuk memperbaiki akhlak
manusia. Sabdanya :
عن ابى
هريرة قال رسول الله صلى الله عليه وسلم انّم بعثت لأ تمم مكارم الاخلاق (رواه البخاري)
Artinya : Susungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia
(H.R. Bukhari).[4]
Keagungan dan ketinggian akhlak
Rasulullah SAW, di tegaskan oleh Allah dengan firman-Nya :
وانك
لعلى خلق عظيم (القلم: ٤)
Artinya : Sesungguhnya engkau (Muhammad) memiliki budi
pekerti yang agung. (Q.S. Al-Qalam : 4).
Berdasarkan
keterangan di atas jelas bahwa dalam pendidikan akhlak Hadits berfungsi sebagai
penjelas tata cara berakhlak yang baik sesuai dengan ajaran Islam yang
dianjurkan kepada manusia untuk selalu berakhlak mulia. Karena pada dasarnya Hadits
berfungsi untuk menerangkan hal-hal apa saja yang tidak terdapat di dalam
Al-Qur'an.
- Itjihad ( إجتهاد)
Ijtihad
atau pandangan ulama dalam lapangan pendidikan malah nyaris tak terdengar.
Sebabnya barangkali bisa dirujuk pada kondisi sosial umat di masa lalu.
Persoalan kenegaraan, perdagangan, perkawinan, dan sebagainya seperti terlihat
pada tema-tema Fiqh tampak merupakan masalah akut pada masa itu,
sementera persoalan pendidikan akhlak cukup di atasi oleh ketentuan-ketentuan
yang ada. Meskipun demikian, ada sebagian ulama yang peduli terhadap masalah
pendidikan, di antaranya dapat disebutkan "kelompok Ikhwan Al-Shafa,
Al-Ghazali, Ibnu Khladun, Al-Zurnuji, Al-Kanbin, dan Al-Anshari".[5]
Berdasarkan gambaran di atas, maka dapat dikatakan bahwa dasar
pembinaan akhlak dalam Islam ada tiga landasanya, antara lain Al – Qur’an,
Hadits Nabi SAW, dan Ijtihad para ulama. Oleh karena itu diharapkan kepada
orang tua serta guru untuk mampu membina anak mereka sesuai ajaran Islam.
Adapun pola pembinaan akhlak dalam keluarga dapat dilakukan dengan
beberapa cara, antara lain:
- Pembiasaan yang baik.
- Amalan – amalan
yang bersifat keagamaan.
- Pembiasaan yang baik.
- Menanamkan
aqidah.
Dengan adanya pola pendidikan Islam maka diharapkan
pengembangan pola fikir anak akan
menjadi generasi penerus bangsa yang Imtek dan Imtaq. Para guru perlu menyadari
akan pentingnya pola pendidikan Islam dalam mendidik generasi penerus bangsa ke
depan, sehingga para generasi penerus bangsa akan menjadi para intelektual yang
Islami.
[1]
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001),
hal. 16
[2]Mahmud
Syalthut, Al-Islam ‘Aqidah Wa Syari’ah, Terj.
Hery Noer Aly, (Jakarta : Bulan Bintang, 1973), hal. 283
[3]
Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 2000), hal. 27
[4]
Imam Muslim , Shaheh Muslim, jilid
10, (Bairur: Darul Fikri,1999), hal. 192
[5]Hery
Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam…,
hal. 48